MODEL PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE SMART SYSTEM
Model SMART System
Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique) System merupakan sistem yang dibuat oleh Wang Laboratory , Inc. Lowell, yang mampu mengintegrasikan aspek finansial dan non-finansial yang dibutuhkan manajer (terutama manajer operasi). Model ini dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan menerapkan Just in Time, sehingga fokusnya lebih mengarah ke operasional setiap departemen dan fungsi di perusahaan.
Tanpa adanya strategi yang jelaspun, kerangka kerja ini dapat digunakan, akan tetapi akan lebih baik didasarkan atas visi dan strategi perusahaan.
Strategi objektif perusahaan diperoleh dari penjabaran visi dan fungsi bisnis unit yang utama yaitu finansial (financial) dan pasar (market). Keberhasilan kinerja finansial dan pasar perlu didukung kemampuan perusahaan untuk dapat memuaskan konsumennya (customer satisfaction), fleksibilitas produknya (flexibility), dan kemampuan memproduksi yang efektif dan efisien (productivity). Level terakhir yang perlu dilakukan oleh masing-masing departemen dan stasiun kerja adalah bagaimana agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik (quality), kecepatan proses produksi dan pengiriman produk (delivery), waktu proses yang semakin pendek (process time), dan biaya yang murah (cost). Keempat perspektif ini diyakini akan dapat menunjang kemampuan perusahaan untuk memuaskan konsumen, memiliki produk yang fleksibel, dan kemampau produksi dan karyawan yang produktif. Gambar 1 memperlihatkan level masing-masing perspektif pada kerangka kerja SMART System.
Gambar 1. Perspektif pada metode SMART System
Sumber : Vanany dan Sugianto, 2007
Pengukuran Kinerja dengan SMART System
Langkah-langkah pengukuran kinerja dengan SMART system meliputi :
a. Identifikasi Strategi Objektif dan Key Performance Indicator (KPI)
Dengan menggunakan kerangka kerja SMART system, strategi objektif perusahaan dilihat dari level bisnis perusahaan dan perspektif masing-masing level bisnisnya. Melalui data perusahaan dan wawancara dengan para manajer perusahaan, strategi objektif perusahaan dapat ditentukan.
b. Penstrukturan Key Performance Indicator (KPI)
Pihak manajemen telah menyimpulkan bahwa hasil KPI dianggap valid kemudian dilakukan penstrukturan sesuai dengan jenis perspektif yang terdapat pada kerangka kerja SMART system.
c. Pembobotan Key Performance Indicator
Pembobotan KPI dengan Proses Hierarkhi Analitik didasarkan pada strukturisasi hierarkhi sistem pengukuran kinerja. Pembobotan diperlukan agar preferensi dari pihak manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria (Perspektif, Strategi, dan KPI) dapat diketahui. Desain kuesioner bersifat tertutup dan diberikan kepada pihak manajemen yang mengerti terhadap kriteria-kriteria yang hendak ditanyakan. Hasil data dari kuesioner kemudian diolah. Bobot yang didapatkan harus konsisten dengan syarat inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan 0,1. Bila tidak konsisten, maka dilakukan konfirmasi kembali kepada pihak manajemen hingga tercapai tingkat konsistensi yang disyaratkan.
Adapun proses hierarkhi analitik untuk melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan preferensi angka kepentingan kriteria/perspektif serta KPI. Pada dasarnya proses hierarkhi analitik merupakan penyederhanaan suatu masalah yang kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik kedalam bagian komponennya, serta menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hierarkhi, Iskandar (2009). Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari beberapa pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sinujia untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem kinerja, Iskandar (2009).
Prinsip kerja proses hierarkhi analitik dimulai dengan mengidentifikasi sistem, lalu diikuti dengan penyusunan hierarkhi, dan penyusunan matriks pendapat. Tahap identifikasi sistem diperlukan untuk memahami permasalahan, menetapkan tujuan, dan kriteria alternatif.
d. Penilaian Kinerja
Proses pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai target yang ditetapkan atau diharapkan pada tahun pengukuran (2007 dan 2008). Data yang di perlukan dalam pengukuran berupa data sekunder dari pihak manajemen yang berkompeten. Data yang di peroleh tersebut dikonversikan dalam bentuk angka atau skor. Adapun sistem penyekoran yang digunakan dalam penelitian ini adalah OMAX (Objective Matrix) untuk setiap KPI. Skor OMAX terletak pada rentang 1 s.d. 10 dimana Nilai 1 menunjukkan bahwa kinerja KPI sangat jauh dibawah target atau dapat dikatakan kinerja terjelek, nilai 7 menunjukkan kinerja KPI sama dengan yang telah ditargetkan, dan nilai 10 menunjukkan KPI telah mencapai target dan jauh melampaui target. Nilai 2,3,4,5, dan 6 merupakan nilai interpolasi dalam rentang 1 s.d. 7, dan nilai 8 dan 9 adalah nilai interpolasi antara nilai 7 dan 10. Nilai kinerja KPI perusahaan dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini untuk masing-masing KPI sesuai dengan level dan perspektif.
Pada saat pengukuran digunakan konsep Traffic Light System dengan menggunakan tiga warna, yaitu warna hijau dengan ambang batas 7,1 s.d. 10 artinya kinerja KPI telah mencapai target bahkan melampaui target, warna kuning dengan ambang batas 3,1 s.d. 7,0 artinya kinerja KPI belum mencapai target tetapi telah mendekati target yang hendak dicapai, dan warna merah dengan ambang batas lebih kecil atau sama dengan 3,0 artinya kinerja KPI benar-benar dibawah target dan KPI ini perlu dapat perhatian khusus pada saat periode berikutnya.
Alat Bantu Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version membantu proses pengolahan data pada tahap pembobotan Key Performance Indicators dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) didasarkan pada struktur hierarki sistem pengukuran kinerja.
Analitical Hierarcy Process (AHP)
Pembobotan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan Analitical Hierarcy Process (AHP) Peralatan utama proses Analisis Hirarki (Analytical HierarchyProcess) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambil keputusan menjabarkan tujuan menjadi y ang lebih rendah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam melakukan proses penjabaran hirarki tujuan adalah:
1. Pada saat pembelajaran tujuan ke dalam sub tujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih, tinggi tercakup dalam sub tujuan tersebut.
2. Meskipun hal tersebut terpenuhi, perlu manghindari terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertikal.
3. Suatu tujuan belum ditetapkan untuk dijabarkan atas hirarki tujuan yang lebih rendah harus ditentukan suatu tindakan atau hasil terbaik yang dapat diperoleh bila tujuan tersebut tidak dimasukkaan.
Model AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak (Kadarsyah, 1998: 130-131).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penerapan AHP, antara lain:
1. Sifatnya yang fleksibel, manyebabkan penambahan dana pengurangan kriteria pada suatu hierarki dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mengacaukan atau merusak hierarki
2. Dapat memasukkan preferensi pribadi sekaligus mengakomodasi berbagai kepentingan pihak lain sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan tidak sektoral.
3. Proses perhitunganya relatif mudah karena hanya membutuhkan operasi dan logika sederhana.
4. Dengan cepat dapat menunjukkan prioritas, dominasi, tingkat kepentingan ataupun pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainya .
AHP juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu antara lain:
1. Partsipan yang dipilih harus memiliki kompetensi pengetahuan dan pengalaman mendalam terhadap segenap aspek permasalahan serta serta mengenai metode AHP itu sendiri.
2. Bila ada pertisipan yang kuat maka aka n mempengaruhi partisipan yang lainya.
3. Penilaian cenderung subjektif karena sangat dipengaruhi oleh situasi serta preferensi, pesepsi, konsep dasa r dan sudut pandang partisipan.
4. Jawaban atau penilaian responden yang konsisten tidak selalu logis dalam arti sesuai dalam permasalahan yang ada. (Saaty, 1988 : 7-9)
Prinsip Pokok Analitical Hierarcy Process
Dalam menggunakan AHP, ada tiga prinsip pokok ya ng harus diperhatikan, yaitu: (Saaty, 1988 : 7-9)
1. Prinsip penyusunan hierarki
Untuk memperoleh pengetahuan yang rinci, pikiran kita menyusun realitas yang kompleks kedalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini kendala bagian -bagiannya lagi dan seterusnya secara hierarki (berjenjang) .
2. Prinsip menentukan prioritas
Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar atau pihak-pihak terkait yang berkompeten terhadap pengambilan keputusan. Baik secara langsung maupun tidak langsung .
3. Prinsip konsistensi logis
Dalam mempergunakan prinsip ini, AHP memasukkan baik aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran manusia.Aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat sedangkan aspek kualitatif untuk mendefinsikan persoalan dan hierarkinya.
Langkah-Langkah Metode Analitical Hierarcy Process
Pada dasarnya langkah langkah pada metode AHP meliputi:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkat kriteria yang bawah.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masingmasing tujuan atau kriteria yang setingkat biasanya perbandingan dilakukan berdasarkan (judgement) dari pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainya.
4. Melekukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah.Dengann adalah banyaknaya jumlah elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya , jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tin gkat hierarki.
7. Menghitung vektor eigenuntuk setiap matrik perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigenmerupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesiskan judgement dalam menentukan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Memeriksa inkonsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka
penialaian data judgement harus diperbaiki.(Kadarsyah, 1998 : 131-133)
PEMBAHASAN
Dengan mengacu pada kerangka kerja SMART system, strategi objektif dilihat dari level bisnis dan perspektif masing-masing level bisnis. Melalui metode wawancara dengan pihak manajer, maka strategi objektif dapat ditentukan. Strategi objektif belum dapat menunjukkan seberapa berhasilnya mewujudkan tujuan. Oleh karena itu, perlu metrik yang dapat diukur serta mampu mempresentasikan keberhasilan dari strategi objektif, metrik yang dimaksud adalah key performance indicators (KPI), yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perspektif Pengukuran Kinerja ,Strategi Objektif dan KPI
Level | Perspektif | Strategi Objektif | KPI |
Unit Bisnis | Ukuran Finansial | Peningkatan Profit | Jumlah Profit |
Peningkatan pendapatan | Rasio perubahan pendapatan | ||
Peningkatan Likuiditas | Cash Ratio | ||
Ukuran pasar | Peningkatan Pangsa Pasar | Pangsa pasar | |
Peningkatan Volume Penjualan | Volume penjualan | ||
Peningkatan jumlah produk barang terjual | Jumlah produk baru terjual | ||
Unit Operasi Bisnis | Produktivitas | Peningkatan kemampuan produksi | • % produk cacat • Konsistensi hasil produksi • Jumlah produk yang tidak sesuai QC |
Pengembangan inovasi produk | Jumlah produk baru | ||
Peningkatan produktivitas karyawan | Tingkat produktivitas karyawan | ||
Fleksibilitas | Penggunaan teknologi baru | Volume perubahan teknologi baru | |
Peningkatan pemeliharaan | Persentase Pemeliharaan alat produksi | ||
Persentase emeliharaan alat non produksi | |||
Pelanggan | Peningkatan kepuasan pelanggan | Pesentase keluhan pelanggan | |
Peningkatan jumlah pelanggan | Pesentase pelanggan baru | ||
Memepertahankan kesetiaan pelanggan | Jumlah pelanggan tetap | ||
Departemen dan Pusat Kerja | Biaya | Harga bahan baku | Harga pokok produksi |
Biaya penggunaan mesin | Persentase penggunaan mesin |
Langkah selanjutnya adalah pembobotan dari masing-masing KPI berdasarkan struktur hierarki pengukuran kinerja. Langkah ini diperlukan untuk preferensi dari pihak manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria dapat diketahui. Sifat dari kuesioner yang berfungsi sebagai instrumen perolehan data adalah tertutup serta diberikan kepada pihak yang kompeten dan memahami dari setiap kriteria yang akan ditanyakan. Pembobotan diperoleh dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP) didasarkan pada struktur hierarki pengukuran kinerja.
Langkah-langkah yang di lalui pada proses pembobotan diantaranya, melakukan pengajuan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan, pertanyaan yang diberikan untuk mengidentifikasi tingkat kepentingan pada tiap-tiap perspektif dan KPI, misalkan KPI A dengan B, A dengan C, B dengan C, dan seterusnya. Setelah itu di olah dengan software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version dengan metode AHP. Apabila hasil pengolahan masih menunjukkan terdapat inkonsistensi maka dilakukan konfirmasi ulang ke pihak internal maupun eksternal perusahaan, dikarenakan pada metode AHP disyaratkan untuk nilai inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan 0,1. Prinsip kerja proses hierarkhi analitik dimulai dengan mengidentifikasi sistem, lalu diikuti dengan penyusunan hierarkhi, dan penyusunan matriks pendapat. Tahap identifikasi sistem diperlukan untuk memahami permasalahan, menetapkan tujuan, dan kriteria alternatif.
Gambar 2. Hierarkhi Model Pengukuran Kinerja berdasarkan Sembilan Perspektif Kinerja
Gambar 3. Output Proses Pembobotan Sembilan Perspektif dengan AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Gambar 4. Hierarkhi Model Pengukuran Kinerja UKM
Pada level Unit Bisnis
Gambar 9. Output Proses Pembobotan KPI Pada Level Departements and Work Centers dengan AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Tabel 2 Kombinasi Hasil Pembobotan dan Pengukuran Kinerja KPI
Level | Perspektif | Key Performance Indicator | Bobot (%) | Skor |
Unit Bisnis | Keuangan | Jumlah Profit | 16.4 | 5.0 |
Pendapatan | 20.6 | 4.5 | ||
Cash Ratio | 13 | 5.0 | ||
Ukuran pasar | Pangsa Pasar | 20.6 | 4.5 | |
Jumlah Produk baru terjual | 16.4 | 4.8 | ||
Volume Penjualan | 13 | 5.0 | ||
Unit Operasi Bisnis | Produktivitas | Persentase Produk Cacat | 1.1 | 5.0 |
Konsistensi Hasil Produksi | 13 | 5.0 | ||
Jumlah produk yang tidak sesuai dengan QC | 2.6 | 7.5 | ||
Jumlah produk baru | 5 | 5.0 | ||
Tingkat produktivitas karyawan | 11.6 | 5.0 | ||
Fleksibilitas | Volume perubahan teknologi baru | 5.2 | 4.0 | |
Persentase pemeliharaan alat produksi | 22 | 5.0 | ||
Persentase pemeliharaan alat non produksi | 6.2 | 5.0 | ||
Pelanggan | Persentase keluhan pelanggan | 11.1 | 4.0 | |
Persentase pelanggan baru | 11.1 | 4.0 | ||
Jumlah pelanggan tetap | 11.1 | 4.0 | ||
Departemen dan Pusat Kerja | Biaya | Harga pokok produksi | 21.5 | 5.0 |
Persentase penggunaan mesin | 3.19 | 5.0 | ||
Waktu proses | Kapasitas produksi | 9.2 | 4.9 | |
Persentase jumlah produk tidak terpenuhi | 3.9 | 5.0 | ||
Persentase kerusakan komponen | 1 | 5.0 | ||
Jumlah program pelatihan | 5.3 | 5.0 | ||
Tingkat pendidikan karyawan | 5.3 | 5.0 | ||
Pengiriman | Ketepatan waktu pengiriman | 10.5 | 4.0 | |
Ketepatan spesifikasi order | 10.5 | 7.5 | ||
Kualitas | Banyaknya produk cacat | 3.7 | 7.5 | |
Ketersediaan data base | 26.1 | 8.0 |
Tabel 4.13 menunjukkan besar pembobotan dan nilai kinerja dari setiap masing-masing KPI. Pada subbab ini penulis memfokuskan analisis pada KPI yang memiliki besar pembobotan kedua paling tinggi dan nilai kinerja nya, pada level yang berbeda. Level Unit Bisnis, di level ini terdapat dua KPI yang memiliki besaran bobot paling tinggi dengan nilai yang sama yaitu 20.6 % diantaranya KPI pendapatan dan pangsa pasar, kedua KPI tersebut mewakili perspektif keuangan dan ukuran pasar. Nilai kinerja KPI tersebut belum mencapai target karena masih dibawah angka 7 dan berwarna kuning, tetapi keduanya berpeluang untuk mencapai target diperiode berikutnya.
Level Unit Operasi Bisnis, KPI yang memiliki besar bobot tertinggi adalah Persentase pemeliharaan alat produksi dengan bobot 22 %, diikuti 3 KPI dari aspek pelanggan dengan KPI Persentase keluhan pelanggan, Persentase pelanggan baru, Jumlah pelanggan tetap dengan bobot 11.1 %. Namun ada satu KPI yang berwarna hijau yaitu jumlah produk yang tidak sesuai kualias kontrol berarti menunjukan kinerja perusahaan sudah mencapai target yang diharapkan meskipun bobotnya 2.6 %
Level selanjutnya yaitu level Departemen dan Pusat Kerja, untuk level ini perusahaan dapat dikatakan sudah mencapai target yang diharapkan, hal itu ditunjukan oleh KPI yang mempunyai bobot tinggi juga berkinerja sesuai target yaitu Ketersediaan data base dengan bobot 26.1 % dan berwarna hijau dengan nilai 8.0. sedangkan untuk bobot tertinggi berikutnya ditunjukan oleh KPI Harga pokok produksi pada perspektif biaya dengan bobot sebesar 21.5 %a tetapi kinerjanya belum menunjukan pencapaian target yang diharapkan karena nilainya masih dibawah tujuh dan masih berwarna kuning, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk berbenah memperbaiki serta meningkatkan performance untuk periode mendatang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis dalam hal ini dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat 21 strategi objektif dan 28 key performance indicators (KPI) yang dijadikan sebagi metric pengukuran kinerja.
2. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dikatakan baik, terutama pada level Departemen dan Pusat Kerja, dan level Unit Operasi Bisnis, sehingga ada kemungkinan di periode mendatang level Unit Bisnis akan terjadi peningkatan kinerja.
3. Dalam penerapannya hal yang harus diperhatikan untuk perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Departemen dan Pusat Kerja, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan kualitas sistem informasi. Selanjutnya perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Operasi Bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan pemeliharaan. Dan yang terakhir perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan pendapatan dan peningkatan volume penjualan.